SEMARANG, KOMPAS.com - Setiap ritual mudik berlangsung pada Hari Raya Idul Fitri, sarana jalan darat menjadi pilihan pemudik paling dominan dibanding lewat jalur udara, laut maupun kereta api. Setelah bertahun-tahun pemudik berkendaraan bermotor, yang melintas di jalan wilayah Jawa Tengah, baik menuju kota-kota tujuan atau sekedar melintas untuk tujuan kota-kota di Jawa Timur, Madura maupun Bali maka pemudik telah menciptakan tradisi senantiasa rindu melewati jalur yang sama dari tahun ke tahun. Rindu melintasi jalur yang sama, juga dikarenakan bukannya tidak ada pilihan jalan lain untuk menuju ke kota tujuan. Tetapi, jalur itu telah memberi kenangan, kenyamanan bahkan juga memori yang senantiasa menantang untuk dilewati kembali jika tiba waktunya kembali mudik. Provinsi Jawa Tengah harus diakui merupakan provinsi yang wilayahnya memiliki banyak jalan-jalan utama, jalan penghubung maupun jalan alternatif dibanding Jawa Timur dan Jawa Barat. Pemudik bermotor yang masuk ke Jawa Tengah, dari arah Jabar akan menemukan banyak jalan alternatif. Dari sekian jalur mudik tersebut, ternyata terdapat lima jalur jalan favorit bagi pemudik. Jalur jalan ini meliputi Tanjung-Pejagan-Ketanggungan- umpyuh, kemudian jalan ruas Batang-Subah-Plelen-Gringsing (Kendal), jalan jalur Magelang-Keteb-Selo-Boyolali, jalur alternatif lintas selatan-selatan meliputi Kebumen-Ambal-Benerkulon-Yogjakarta serta jalan Yogjakarta-Klaten-Solo. Bagi pemudik dari Jakarta, untuk tujuan kota-kota Purwokerto, Cilacap, Wonosobo, Kutoarjo, Yogjakarta, Solo banyak memilih jalan ini selepas Losari (Brebes) yakni Tanjung-Pejagan-Ketanggungan-Sumpyuh. Kondisi jalan Tanjung Sumpyuh ini mulus dan sejuk apabila dilewati siang hari karena merupakan jalan pedesaan dengan tanaman pohon besar di kiri kanan jalan. Di Ketanggungan, pemudik akan disambut pasar pusat jajanan desa dan oleh-oleh khas Brebes. Untuk jalan Batang Subah Plelen Gringsing, merupakan jalan arteri primer yang menyerupai jalan tol karena masing-masing terdapat empat lajur dengan kelebihan bahu jalan cukup lebar. Rata-rata pemudik bermotor bisa memacu kendaraannya di atas 80 kilometer per jam. Di Subah, banyak ditemui tempat beristirahat, begitu juga di Plelen yang masuk wilayah Alas Roban. Jalur ini favorit sejak dulu karena berada di ruas utama jalan pantura Jateng. Jika musimnya, pemudik bisa menjumpai penjual buah-buahan mulai pisang raja, rambutan, durian sampai pete. Kalau penjual kelapa muda alias degan paling gampang ditemui dengan ciri degan hijau-nya. Lain lagi dengan jalur Magelang-Keteb-Selo-Boyolali, inilah jalur jalan wisata yang paling komplit di Jateng. Pemudik yang melewati lintasan ini tidak hanya bisa menyaksikan sejumlah obyek wisata, melainkan juga memperoleh bonus menikmati pemandangan di lereng kaki Gunung Merapi Merbabu. Tentu saja, karena wilayah pegunungan maka jalan meliuk-liuk, berkelok-kelok dengan turunan dan tanjakan naik turun yang tajam. Bagi pemudik yang bertujuan Yogjakarta, tentunya tidak akan melewatkan jalan alternatif di lintas selatan-selatan mulai Kebumen-Ambal-Benerkulon. Jalan yang masih polos, mulus dan lurus tapi sepi ini, mempunyai keunggulan satu yaitu maraknya pedagang sate ayam ambal dengan sate berbumbu kacang. Sate ambal sangat dikenal lezatnya dan itu hanya bisa dinikmati di desa asalnya, Ambal. Jalur Yogjakarta-Klaten-Solo merupakan jalur arteri utama yang melintasi Candi Prambanan. Jalan ini ramai, terlebih sebagai jalan arteri utama tentunya akan banyak ditemui pengendara sepeda motor yang padat setiap pagi dan sore hari. Inilah jalur utama yang juga banyak pilihan rumah makan berbahan dasar menu ayam mulai dari ayam kalasan, ayam goreng Mbok Berek sampai ayam panggang khas Solo.Bottom of Form
Tidak ada komentar:
Posting Komentar