dakwatuna.com Yogyakarta. Majelis Ulama Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta berharap tidak ada perbedaan dalam penentuan 1 Syawal 1431 Hijriyah dari berbagai organisasi masyarakat Islam di tanah air.
Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Ahmad Muhsin Kamaludiningrat, di Yogyakarta, Sabtu, mengatakan, MUI berharap tidak ada perbedaan dalam penentuan 1 Syawal 1431 Hijriyah, karena awal puasa semua sama.
"Insya Allah tidak ada perbedaan. Awal puasa sama, maka akhir puasa pun kemungkinan besar sama pula," katanya.
Menurut dia, terkadang terjadi perbedaan penentuan 1 Syawal antarorganisasi masyarakat Islam karena cara yang digunakan berbeda. Ada yang menggunakan cara dengan melakukan rukyat untuk melihat hilal atau bulan sabit kecil, dan ada pula yang memakai metode hisab.
"Rukyat adalah cara melihat hilal dengan mengandalkan penglihatan secara langsung, sedangkan hisab menggunakan perhitungan astronomi yang mengacu pada perputaran bulan. Tidak ada yang salah dengan kedua metode itu," katanya.
Kamaludiningrat mengatakan hilal sebagai tanda pergantian datangnya bulan baru, jika jarak matahari terbenam dan bulan mulai terbit terlihat pada posisi 5-7 derajat di ufuk timur. "Saat itulah pergantian bulan dalam kalender Qomariah atau kalender Islam terjadi," katanya.
Menurut dia, metode rukyat maupun hilal, itu sama saja. Keduanya sama-sama melakukan `ijtihad`, atau usaha yang sungguh-sungguh untuk melihat bulan. "Hanya caranya yang berbeda," katanya.
Pihaknya mempersilakan umat Islam yang akan mengikuti metode rukyat maupun hilal dalam penentuan 1 Syawal 1431 Hijriyah."Jika ada perbedaan, jangan sampai menyebabkan perpecahan di kalangan umat Islam," katanya.
Ia mengingatkan bagi umat Islam yang akan mengikuti penentuan dengan metode rukyat maupun hisab, harus dilandasi keyakinan. "Silakan memilih, yang meyakini rukyat harus menghormati umat yang meyakini hisab, begitu pula sebaliknya," katanya.(*) (ANT-161/R009/ant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar