Berawal sebagai tukang las di sebuah bengkel, Adnan sukses menjadi pebisnis perlengkapan pabrik. Berbagai perusahaan besar telah menjadi pelanggannya. Yang menarik, modal Adnan mengawali usaha hanya berupa mesin bubut yang ia sewa dari sebuah sekolah. Siapa sangka, Adnan memulai usaha itu dari nol. Bisa dibilang, ia tak mengeluarkan modal yang banyak ketika memulai usaha 19 tahun silam. Untuk bekerja, Adnan menyewa mesin bubut milik sebuah sekolah di Rawamangun dengan tarif Rp 15.000 per hari. Di situ, kesabarannya diuji. Sebab, beberapa bulan berjalan dia belum juga mendapat pekerjaan. "Selama itu pula saya bantu-bantu pekerjaan rumahtangga, seperti mengepel, angkat air," kisah pria 49 tahun ini. Hal inilah yang kemudian mencetuskan ide dalam benaknya untuk membuka usaha las sendiri. Apalagi dengan modal pengalaman dan kenalannya, dia merasa cukup mampu untuk merintis usaha pengelasan. Sumber : Kontan.co.id
Kerja keras dan pantang menyerah menjadi kunci kesuksesan Adnan dalam membangun usaha. Berpuluh tahun bergelut di bidang pengelasan, akhirnya Adnan berhasil mendirikan sebuah perusahaan sendiri yang bergerak di bidang pabrikasi.
Di bawah bendera PT Teknik Makmur Perkasa Asri (PT TEMPA), Adnan memasok berbagai perlengkapan pabrik dan komponen pendukung untuk mesin dan alat berat, khususnya onderdil yang terbuat dari logam.
November ini, Adnan mengubah bentuk usahanya menjadi perseroan terbatas (PT). Sebelumnya, usahanya baru sebatas usaha dagang (UD) bernama UD ASRI. Selama berbentuk UD, Adnan berhasil memperoleh order atau tender melalui pihak ketiga. Dengan mengusung izin usaha sebagai perusahaan, Adnan berharap bisa memasok langsung perlengkapan ke perusahaan besar yang selama ini hanya ia kenal lewat pihak ketiga.
Bersama tujuh pekerja tetapnya, saat ini Adnan memproduksi berbagai perlengkapan dan komponen, mulai dari mesin pabrik, tangki, komponen penggulung plat, sampai rol penyekat minyak kapal tanker. Meski terbilang sederhana, Adnan berhasil membangun tempat produksi sendiri di Kalimalang yang ia sebut sebagai bengkel pabrik. "Tapi tempatnya masih kecil untuk dibilang pabrik," ujar Adnan merendah.
Di bengkelnya, pria asal Boyolali ini mengerjakan berbagai pesanan komponen dari perusahaan pembuat alat berat, seperti PT Truba Enginering, PT Globindo, dan PT Krakatau Steel.
Adnan menceritakan, keahlian mengelas ia peroleh dari tempatnya bekerja sebagai tukang las di Jakarta. Delapan tahun bekerja sebagai tukang las alumunium membuatnya percaya diri merintis usaha pengelasan sendiri. Produk pertamanya adalah komponen penggulung plat. "Orang tahunya kalau saya ahli membuat perlengkapan dari logam," ujar bapak tiga anak ini.
Bisnis Adnan terus berkembang. Kini pesanan kepada dia terus mengalir seiring semakin populernya nama Adnan. Saat sepi saja, Adnan sanggup meraup omzet paling tidak sebanyak sekitar Rp 50 juta per bulan. Saat ramai, omzetnya melonjak hingga ratusan juta rupiah per bulan.
Sejatinya Adnan tidak pernah membayangkan bakal punya perusahaan dan bengkel kerja seperti sekarang. Kepergiannya dari Boyolali ke Ibukota justru karena paksaan ekonomi keluarga. Penghasilan orangtuanya dari bertani tidak cukup untuk membiayai sekolahnya. Ia pun tak ingin terus membebani keluarga. "Hal itu memaksa saya segera pergi merantau ke mana saja, yang penting bisa punya penghasilan sendiri," kenang Adnan.
Alkisah, selepas lulus sekolah teknik mesin (STM) di Boyolali pada 1982, pria yang mengambil jurusan mesin umum ini berangkat menuju tanah perantauan pertamanya ke Lubuk Linggau, Sumatra Selatan. Dia berangkat bersama beberapa rekannya, meski tidak punya kenalan yang dituju di sana. Namun, berbekal keahliannya dari bangku sekolah, dia bisa dipekerjakan sebagai teknisi sepeda motor di sebuah bengkel di Lubuk Linggau.
Sayang, baru jalan tiga bulan, Adnan memutuskan kembali ke tanah kelahirannya. Biaya hidup yang terlalu mahal membuatnya merasa tidak bisa bertahan di rantau. Setelah kembali ke rumah, lagi-lagi Adnan merasa tidak nyaman membebani keluarga. Beberapa bulan kemudian dia memutuskan hijrah ke rumah sepupunya di Jakarta bermodalkan sisa tabungan sebesar Rp 35.000.
Penantiannya tidak sia-sia. Pada bulan ketiga berada di Ibukota, akhirnya dia mendapat pekerjaan sebagai teknisi di salah satu bengkel di daerah Tanjung Priok. Selama bekerja di bengkel itu, Adnan tidak cepat berpuas diri. Dia berpikir untuk mengembangkan diri dengan belajar keahlian lain. Kebetulan di bengkel tempatnya bekerja ada kesempatan belajar mengelas. Selama tiga hari berturut-turut, ia memanfaatkan kesempatan untuk belajar mengelas mobil.
Dari pekerjaan ini, dia cuma mendapat tambahan uang makan. "Saya pikir, biarlah tidak digaji, yang penting dapat ilmu lebih, karena saya ingin menjangkau lebih lagi ke depannya," tuturnya.
Merasa cukup mampu berjuang di lingkup lebih besar, Adnan memutuskan keluar dari bengkel. Tak lama kemudian, dia diterima sebagai tukang las aluminium di sebuah perusahaan yang memproduksi peralatan transportasi di Jakarta. "Selama delapan tahun saya menimba ilmu dan pengalaman di sana. Selama itu pula saya bekerja sambilan sebagai tenaga panggilan mengelas di Mayasari Bakti," kenang pria sederhana ini.
Menurutnya, pendapatan dari mengelas panggilan justru jauh lebih besar dari gaji bulanannya. "Dari las, saya bisa mencicil rumah ketika itu," kenangnya.
Untuk membangun PT Teknik Makmur Perkasa Asri (PT Tempa) hingga beromzet ratusan juta sebulan seperti sekarang, Adnan harus merasakan gonta-ganti pekerjaan beberapa kali. Awalnya, usaha Adnan yang bergerak di bidang pembuatan peralatan pabrik ini masih berjalan tanpa nama. Ia mendapatkan order dari sebuah Sekolah Teknik Mesin (STM) di Rawamangun, Jakarta. Ia juga menyewa tempat di STM ini.
Dari sekolah inilah, Adnan menyewa beberapa mesin bubut sebagai alat operasinya. Selama dua tahun pertama, order pengerjaan mesin datang dari STM tersebut. Tapi, memasuki tahun ketiga, datang beberapa order dari perusahaan besar dengan nilai puluhan juta rupiah. Misalnya dari PT Krakatau Steel dan dari PT Globindo di Sunter untuk mengerjakan empat unit rol penyekat minyak di kapal tanker. Proyek bernilai Rp 22 juta itu berhasil dia selesaikan dalam tempo tiga minggu saja. "Waktu itu, saya mulai menabung untuk membeli tanah," ujarnya.
Sayang, ujian datang ketika Adnan sedang di atas angin. Salah satu pengurus STM mengusirnya karena merasa kurang cocok. Ia pun terpaksa hengkang dari STM tersebut dan kembali ke tanah kelahirannya di Boyolali. Ia kemudian memulai usaha pembelahan kayu. Tapi karena merasa kurang cocok, usaha ini hanya berjalan beberapa bulan. Begitu pula dengan usaha-usaha lainnya, seperti usaha pembuatan alat kebersihan, usaha mi ayam, dan lainnya.
Akhirnya, di 1996, ia memutuskan kembali ke usaha semula. "Kebetulan salah satu kepala unit usaha STM menawari saya tempat," ujarnya. ujarnya. Tak menunggu lama, order pun mulai mengalir lagi. Setahun kemudian, dia menamakan usahanya Usaha Dagang (UD) Asri dan menyewa tempat usaha baru. Tiga tahun berselang, ia membeli peralatan sendiri. Lantaran biaya sewa tempat usaha terus naik, Adnan memutuskan membangun bengkel di atas lahan miliknya sendiri seluas 400 meter persegi. "Dulu dindingnya dari bambu," kenangnya.
Karena pindah ke lokasi baru dan bengkelnya kurang meyakinkan, order mulai seret dan terancam tutup. Bahkan pernah satu hari ia hanya punya uang untuk membeli bensin. "Tapi saya pantang menyerah, rajin promosi dari mulut ke mulut, dan melobi," katanya.
Hasilnya, perlahan order mulai mengalir lagi. Produksi bengkelnya terus meningkat. Bahkan ia sempat menambah mesin dan membangun gudang tiga tahun silam. "Kuncinya, kualitas produk harus bagus," ujarnya. Akhirnya, November ini, usahanya resmi menjadi Perseoran Terbatas (PT).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar